Jumat, 16 Januari 2015

Gorontalo

Terimakasih Tuhan sudah memberikan saya kesempatan untuk berkunjung ke sisi bumi mu yang lain, Gorontalo.
Untuk pertama kalinya ke kota ini.
Dengan meraba semua aksen yg asing,jalan yang panjang. Sisi sisi jalan hanya ada pohon kelapa dan jagung.
Jauh dari perkiraan. Ternyata provinsi pemekaran manado ini masih dalam tahap perkembangan dan pembangunan.
Masih dibangun gapura kota berkubah masjid, taman-taman kota dan mall gorontalo yg masih dibilang baru.
Selamat datang di Gorontalo,kota mayoritas muslim.

Semoga betah di gorontalo

Selasa, 13 Januari 2015

Saya,

Hampir setahun berlalu...
Saya sudah berhasil menata hati.
Membiarkan hati yg baik masuk dan mengikhlaskan takdir yang Tuhan berikan.
Meikmati me time dengan bacaan novel yg luar biasa, bekerja selarut2 nya, dan bertemu quality friends sejak SMA.

Sekarang, hidup saya kembali baru.
Saya, Dewi Astari seorang karyawati Bank Swasta yg workaholic dan merencanakan pernikahan dengan pria yg baik hati...

-----------------------------------
Impact dari kesakithatian tempo hari ternyata membuahkan hasil. Karena begitu larutnya dalam pekerjaan,alhamdulillah beberapa blan yg lalu sy diikutkan assesment untuk sebuah promosi. Tidak sendiri, melainkan ada sekitar 18 orang.
5 diantaranya adalah angkatan sy di OMDP kemarin. Bukannya belajar, kami malah reunian. Teteh Eri yang dulu sekamar dengan saya wkt pendidikan, skarang sudah hamil. Rencananya Februari ini akan melahirkan.
Saya tidak berharap banyak dari assesment ini. Kata kata dari assesor nya sdah wajib membuat saya tdak berharap banyak, " anda masih terlalu muda, qualifikasinya adalah Minimal usia 25thn".
Tapi akhir Desember 2014 memo promosi dari direksi keluar dan dari 12 yang mutasi/promosi, ada nama saya.

Jumat, 09 Januari 2015

Selamat malam dari Makassar,

Selamat malam dari Makassar,
09 Januari 2014...
Saya rasa ini sudah berbulan bulan sejak postingan terakhir.
Ternyata postingan terakhir itu masih flash back ke belakang, cerita tentang 1,5 tahun yang lalu.
Endingnya disni....

Kami akhirnya menjalani hubungan antar pulau, mau tidak mau.
Memang sebuah pilihan, tapi bagi saya ini sebuah takdir.
Kalau bisa meminta mengulang, saya akan kembali ke waktu dimana saya di Makassar dan dia di parepare. Menikmati setiap jarak yang ada dan selalu ada alasan untuk bertemu.
Dan selalu ada waktu untuk menunggu.
Stelah jarak Sumbawa - Makassar tidak bisa lagi terukur oleh travel BMA, 
atau terukur dengan waktu 5 jam, penyesalan itu datang. Dia memang selalu menghantui di akhir cerita.
Salah saya adalah melupakan, melupakan jika kami sangat jauh.
Melupakan rindu yg tiap malam terpupuk baik,
Dan akhirnya saya memilih untuk terjun meresapi setiap pekerjaan. Hampir tiap hari pulang malam, bahkan tidak jarang tertidur di becak atau di angkot. Padahal dulu, saat lembur, ada scoopy merah yang sudah menunggu depan kantor. 
Saat itu saya sadar bahwa saya melupakan rasa yg dulu begitu besar, mengacuhkan bbm, mereject telpon, bahkan diam tanpa bahasa dalam komunikasi.
Begitu dahsyatnya pekerjaan, bisa mengalihkan perasaan, mencuri waktu, dan drastis menghilangkan rindu.
Kami mengakhiri hubungan jarak jauh dengan tarik ulur perasaan.
Mengorbankan dan merelakan sebuah hati berlalu dalam pilihan lain.
Terlarut selarut larutnya dalam duka yg tidak berkesudahan sampai akhirnya menutup hati.
Bandara,sekali lagi pertemuan kami di bandara untuk terakhir kalinya. Yang berbeda kali itu, kami tidak ber2 lagi, melainkan ber3, dengan sosok baru untuk pilihan hatinya.
Jauh melebihi saya dari segala aspek dan akhirnya saya tau diri.
Semuanya berakhir.
5 blan sejak pertemuan dibandaara, mereka akhirnya menikah.
Dan duka itu masih adaa

Minggu, 23 November 2014

Jarak itu tidak membunuh rasa tapi memupuk rindu (?)

Minggu minggu pertama di Makassar seperti menguras banyak sekali energi. Selain pekerjaan yg kesemuanya baru, saya harus bisa secepat kilat beradaptasi dengan lingkungan kerja ini. Bisa dibilang saya termasuk orang introvet, susah beradaptasi dengan orang-orang baru. Keseringan tenggelam dengan kesibukan sendiri, tidak jarang banyak yg menganggap saya sombong, tapi mungkin itu harus menjadi bahan review saya untuk memperbaiki diri.

Berada diposisi midle di kantor membuat saya selalu serba salah, apalagi memiliki 4 staff yang semuanya lebih tua. Entah kecamuk apa yang ada, yang pasti saat itu saya hanya ingin mereka semuanya nyaman disupervisi oleh saya. Tapi ternyata tidak gampang untuk menjadi seorang atasan yang lebih muda, saya harus punya persuasif yang tinggi agar mereka termotivasi, dan itu yang saya tidak punya. Mau tidak mau saya harus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, menjadi terdepan untuk menjelaskan sesuatu yg kontroversi atau sekedar jadi kambing hitam untuk gesekan-gesekan memorandum. Hari-hari yg sungguh menyulitkan. Entah berapa kali saya harus masuk ke kamar mandi untuk menghabiskan tissu, masuk ke ruang kliring dan menguncinya lalu terisak lama, berpura-pura mencari dokumen untuk menyembunyikan hidung yg memerah atau ke ruang ATK menghela nafas-nafas panjang.

Saya benar-benar hanyut dalam rutinitas kerjaan kantor dan merasakan diri saya semakin menikmati proses yang ada. Membawa pulang setumpuk memorandum, membacanya hingga terlelap dan terbangun dini hari menyadari waktu makan malam dengan keluarga terlewati. Menikmati semilir angin malam di becak dan hiruk pikuk Makassar di jam malam. Sampai akhirnya saya lupa satu hal, satu hati,HZ yang selalu menentramkan penat jiwa, hati yg selalu menyinggungkan senyum tulus, tertinggal di parepare.

Tidak ada yg lebih indah saat menanti jam makan siang di Pare, saling tunggu saran untuk memilih tempat makan dan ujung-ujungnya makan diMbok2 jawa di gang sempit. Makanan jawa yg sederhana, nasi+sayur+telur dadar+tempe. Kadang suka ngambek kalau iwak peyeknya tidak kering. Ikan teri basah yg dijadiin rempeyek lalu digoreng kering selalu jadi menu andalan. Cukup 14Rb untuk 2 porsi makan siang, menu hemat untuk kami yang jauh dari keluarga. Pulang makan siang kami selalu sengaja lewat pantai, setidaknya mata bisa memandang jauh kedepan meski sangat terik. 
Makan siang saya di Makassar tetap di meja kerja, kadang makan kalau sempat kadang terlupakan. Dan drastis, saya mengikis 4 Kg berat badan dan beberapa kali bermasalah dengan pencernaan.
Waktu terus bergeser, dan kondisi kerjaan sudah bisa terhandle sebagian dan perlahan kesemuanya. Sesekali menengok hati diujung Parepare, atau dijengukin untuk menikmati me time. Ingin sekali kukabari pada yang gagal LDR bahwa jarak itu tidak membunuh rasa tapi memupuk rindu.

Mei 2013,semuanya berbalik. Kabar yg harus kuterima, HZ harus berangkat lebih ke ujung timur untuk promosi. Entah harus kuucapkan selamat atau saya harus berduka dengan kabar ini. Jarak Makassar - Plampang sangat jauh. Apa jarak masih memupuk rindu? Atau meninggalkan duka? Satu pelukan terakhir berusaha meyakinkan bahwa jarak akan terus berpihak untuk kita. "Kembalilah ke taksi dan jangan berbalik lagi". Saya mengerti kenapa saya tidak boleh berbalik, ada duka diujung sana, mungkin membuncah dikelopak mata. Saya berbalik, menutup mata pelan berharap semuanya hanya mimpi, dan lambaian terakhir. Saya tidak mimpi, diujung jalan dan perlahan menjauh, sosok yg selalu menenangkan, tempat berbagi penat, tempat berbagi manja semakin jauh dan menghilang. Rasanya ada banyak penyesalan di dalam hati. Kenapa tidak tiap minggu kita saling tengok saat Mks-Parepare hanya menghabiskan waktu 3jam. Sekarang Mks-Plampang, entah bagaimana keadaan belahan bumi itu. Terpisah pulau dan jarak.